Hai, Penulis! Jauhi Kesalahan Dalam Branding Ini!

 



“Kak Reffi, saya ini followers di IG nggak sampai 10k, gimana ya caranya supaya dikenal brandingnya sebagai penulis?” Curhatan ini membuat saya tertegun. Ini adalah masalah banyak penulis pemula yang akhinya melakukan kesalahan dalam branding. Di dalam pikiran mereka, kalau tidak viral, pasti sulit mendapatkan klien.


Saya sudah sering cerita baik lewat Podcast Kata Reffi atau konten di medsos jika branding itu tidak seharusnya dinilai dari viral atua tidaknya konten yang kita buat. Dulu, memang saya berpikir seperti itu, tetapi setelah mengetahui apa yang menjadi kunci branding yang benar, saya jadi tidak terlalu terpaku pada ‘angka’.


Angka yang Membuat Minder

Ketika kamu membaca konten ini, jujur deh sama saya. Apakah kamu termasuk orang yang masih menggunakan ‘angka’ sebagai target hingga lupa bagaimana caranya bahagia? Memiliki target itu bagus, tetapi kalau dalam bahasan ‘branding’, maka ‘angka’ menjadi sesuatu yang rancu.


Coba cek dua contoh kasus di bawah ini.


  1. Penulis lepas yang tidak punya pengikut medsos sampai 5 ribu orang, tapi terus mendapat job karena klien lama merekomendasikan namanya.

  2. Penulis yang rajin bikin konten di medsos, tapi jarang mengunggah blog, sampai kemampuan menulis artikelnya masih kurang bagus, seperti tidak paham EYD, dan kurang baik koherensi antarparagraf.


Karena sekarang kita sedang membicarakan profesi kreatif sebagai penulis, maka lihatlah contoh di atas. Mana yang menurutmu branding-nya bagus? Tentu saja, contoh nomor 1, bukan?


Kalau fokusmu adalah menjadi copywriter dan kreator, maka viral akan membantu kariermu. Namun, saya mau memberitahu ya. Banyak copywriter jempolan yang punya karier menulis oke tanpa memiliki jumlah pengikut melimpah. Mereka bisa menjadi copywriter untuk newsletter, sales page, sampai company profile. Gajinya juga cukup fantastis. Branding mereka jelas bagus. 


Saya sendiri memiliki platform Wordholic Class yang bekerja sama dengan start-up dan juga membuka kelas-kelas menulis. Mengapa masih ada klien yang juga mau membayar untuk kelas privat? Jawabannya, percaya pada branding. Mereka melihat apa yang saya sampaikan dalam konten dan juga kualitas tulisan yang saya miliki.


Kesalahan Branding Penulis yang Harus Kamu Jauhi

Apa saja, sih, kesalahan branding penulis yang perlu kamu hindari? Ini adalah poin-poin yang saya buat berdasarkan pengalaman pribadi selama menjadi seorang Wordpreneur (penulis, penerjemah, dan pembicara). 


kesalahan dalam branding
Photo by Arnel Hasanovic on Unsplash



Hanya Meniru Tanpa Menjiwai

Belajar cara membuat konten viral dan juga agar engagement naik itu tidak masalah. Ini menjadi skill bagus jika kamu tertarik di bidang Social Media Marketing. Namun, kalau ini untuk branding diri atau bisnismu sendiri, maka kamu tidak boleh lupa soal ‘jiwa’.


Saya dulu berusaha membuat konten dengan video diri membicarakan topik dalam durasi 1 menit. Jujur saja, sebenarnya saya kurang nyaman. Menjadi pembicara di webinar atau tatap muka di dunia nyata itu tidak masalah, saya hanya kurang suka dengan tetek-bengek membuat video meski itu untuk Reels. Padahal, banyak kreator yang mengatakan video itu penting.


Setelah berusaha meniru, akhirnya saya malah malas menulis. Saya lebih suka menulis di blog, membuat konten dalam bentuk salindia, dan sesekali merekam suara untuk podcast. Efeknya, memang belum menjadi penulis viral, tetapi klien-klien dari penerbit hingga individu berdatangan. 


Bagaimana denganmu? Apakah kamu hanya fokus meniru untuk modifikasi konten atau sudah paham seperti apa jiwamu?


Berbicara untuk Target Semua Orang

Saya pernah dikomentari begini di salah satu konten tentang tips mengatur waktu buat penulis pemula, “Kontenmu ini dasar banget. Sekelas kamu harusnya lebih expert.”


Saya jawab kalau memang target audiens saya adalah untuk penulis pemula atau mereka yang masih belum menjadi penulis dan ingin tahu jalannya. Ternyata, yang menjadi klien saya juga berdatangan dari para bloger profesional hingga penulis yang sudah menerbitkan beberapa buku solo. 


Selain tips menulis, saya juga sering berbagi tentang pengembangan mindset agar kemampuan menulis lebih melejit. Saya berbicara untuk satu cakupan spesifik yaitu penulis pemula, tetapi audiens profesional jadi tertarik untuk belajar bersama saya. Kalau kamu berbicara untuk target audiens yang tidak jelas, kamu akan sulit menjadi autentik.


Mengira Harus Super Expert Dulu Saat Branding

Berapa orang di antara kamu yang mengira bahwa untuk membangun branding sebagai penulis harus punya buku solo yang tembus di penerbit mayor terkenal atau blog dengan traffic puluhan ribu per bulan? Kamu tidak sendiri karena saya dulu juga berpikir begitu.


Tidak perlu menjadi ahli untuk membangun branding sebagai penulis. Justru inilah masa yang penting agar orang tahu dedikasimu dalam belajar, mempublikasikan tulisan, dan berbagi tentang hambatan yang kamu alami. (Baca Juga: Cerita Menarik untuk Personal Branding)


Kamu bisa mulai dengan tentukan akan belajar menulis apa lalu bagikan buku atau kelas yang sudah kamu ikuti. Catat intisari dan jadikan konten di medsos. Jangan lupa sampaikan sumbernya dari mana karena kamu masih belajar, belum ahlinya. Bagikan tulisan dari blog dan ceritakan naik-turunnya perjalananmu menuju impian sebagai penulis.


Memalsukan Prestasi Demi Viral

Apa yang tersimpan di internet lalu menjadi viral akan menjadi abadi. Sudah banyak saya temukan para penulis yang tidak mau menjalani proses lalu melakukan plagiat baik buku, blog, sampai konten medsos. Blog saya yang pertama wordholic.com juga pernah diplagiat selama tiga tahun. Alhasil, saya marah-marah di blog si tukang plagiat ini.


Nikmati prosesmu dan jangan takut dengan kritik. Justru dari sinillah mentalmu akan terbentuk dan kualitas tulisan makin mengilap. Plagiat atau mencuri karya orang lain sampai memalsukan kemampuan menulis adalah kejahatan intelektual yang sangat dibenci sesama penulis lainnya.



Manakah kesalahan dalam branding yang pernah kamu lakukan? Yuk, mulai belajar menjadi penulis yang punya integritas. Bulan ini antologi saya terbaru bersama para penulis Padmedia yang berjudul “Kehidupan Kedua’ akan terbit. Saya memberi bonus kelas dan bonus buku koleksi. Cek gambar ya kalau mau memesan.

kelas profit writing


0 Comments